BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Keberagaman agama di sekitar diiringi keberagaman pemahaman dalam
mengkaji agama sendiri atau agama lain untuk dibandingkan juga mencari
kebenaran agama dalam keberagaman tersebut yang menimbulkan pemahaman pemahaman
yang bersifat ekslusif dan inklusif.
Pemahaman Ke ekslusifan dan ke inklusifan pun tidak luput dari umat
Islam sehingga menuntut kita untuk mengkaji pemahaman tersebut secara mendalam.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Islam ekslusif dan inklusif ?
2.
Bagaimana
latar belakang timbulnya Islam ekslusif dan inklusif ?
3.
Apa
saja ciri-ciri Islam ekslusif dan inklusif ?
4.
Bagaimana
paham ekslusivisme dan inklusivisme islam di Indonesia ?
1.3
Tujuan
Masalah
1.
Menjelaskan
pengertian Islam ekslusif dan inklusif
2.
Memaparkan
latar belakang timbulnya Islam ekslusif dan inklusif
3.
Menyebutkan
cirri-ciri dari Islam ekslusif dan inklusif
4.
Mendeskripsikan
paham ekslusivisme dan inklusivisme Islam di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Islam ekslusif dan inklusif
a)
Pengertian
islam Ekslusif
Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk,
dan bersih. Kata islam terbentuk dari tiga huruf yaitu S (sin), L (lam), M
(mim) yang bermakna dasar selamat (salama) . sedangkan secara istilah islam
merupakan agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Sebagai nabi dan
rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman[1].
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekslusif mempunyai arti
terpisah dari yang lain, khusus[2].
Secara harfiyah ekslusif berasal dari bahasa inggris, exlussive yang berarti
sendirian, dengan tidak, dengan tidak disertai yang lain, terpisah dari yang
lain, berdirisendiri, semata-mata dan tak ada sangkut pautnya dengan yang lain[3].
Berdasarkan pengertian ekslusif secara umum dapat di khususkan
dalam pengertian islam ekslusif yakni faham / sikap muslim yang memiliki
memandang bahwa keyakinan, pandangan dan prinsip islamlah yang paling benar,
sementara keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut orang lain ialah
sesat dan harus dijauhi.
b)
Pengertian
islam Inklusif
Inklusif berasal dari bahasa Inggris inclusive yang artinya
termasuk di dalamnya. Secara istilah berarti menempatkan dirinya kedalam cara
pandang orang lain / kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain
berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami
masalah[4].
Pengertian Islam inklusif sebenarnya masih rancu pengertiannya dengan Islam
pluralis. Dr. Hamim Ilyas berpendapat, Menurutnya paradigma inklusif kritis
yang dimaksud dalam Islam adalah penafsiran tentang ahli kitab memiliki
keselamatan yang sama dengan Islam sepanjang beriman dan beramal shaleh[5].
menurut Nur cholish madjid yang dikutip Adian Husaini dalam bukunya Hegemoni
Krsiten-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi (2006) sebagai pandangan
sebuah keagamaan pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan
tafsirannya kearah pluralisme. Inklusif-pluralis selanjutnya digunakan untuk
menunjukan paham keberagaman yang didasarkan pada pandangan bahwa agama-agama
lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran daan dapat
memberikan manfaat bagi penganutnya. Selainitu, islam inklusif pluralis
dimaksudkan tidak semata-mata menunjukan pada kenyataan tentang adanya
kemajemukan, melainkan keterlibatan aktif terhadap pernyataan kemajemukan
tersebut[6].
Dengan mengadopsi istilah Islam inklusif dan sejenisnya, maka
secara tidak langsung sudah membuat stigmatisasi dan kategorissi bahwa disana
ada islam yang tidak inklusif (ekslusif)[7].
B.
Latar
belakang timbulnya Islam ekslusif dan inklusif
a.
Latar
belakang timbulnya Islam Ekslusif
Banyak faktor yang menjadi latar belakang penyebab timbulnya paham
ekslusif. Diantaranya sebagai berikut[8] :
1.
Doktrin
ajaran. Harus diakui bahwa sungguhpun pada mulanya agama agama selain islam
seperti yahudi, dan nasrani berasal dari tuhan, namun dalam
sejarahnyaagama-agama ini sudah tidak memelihara kemuriannya lagi. Kedalam
agama-agama tersebut telah masuk unsure bid’ah, khufarat dan tahayul. Misalnya,
pada mulanya agama ini mengakui bahwa yang wajib disembah hanyalah Allah. namun
dalam perkembangan selanjutnya mereka mengganti doktrin Tuhannya dengan
trinitas. Kemudian dalam ajaran agama hindu, aa keyakinan kepercayaan terhadap
binatang-binatang tertentu yang dinggap keramat dan sebagai penjelmaan dari
Tuhan. Dengan menunjukkan contoh-contoh tersebut dapatlah dimaklumi jika
kemudian orang-orang islam ada yang mengambil sikap hati-hati terhadap
kemungkinan tercampurnya agama islam dengan ajaran agama lain.
2.
Faktor
Wawasan yang sempit. Paham yang mengartikan Islam sebagai agama yang dibawa
oleh nabi Muhammad saja dan bukan islam dalam pengertian missi kepatuhan dan
ketundukan serta keikhlasan beribadah Allah.akibat dari paham demikian mereka
hanya menghormati agama yang dibawa nabi Muhammad saja dan tidak menghormati
agama-agama yang dibawa oleh nabi sebelumnya. Demikian pula sikap yang hanya
mengetahui satu madzhab atau aliran saja dalam aliran teologi, fiqih, tasawuf
dan sebagainya dalam islam, dapat pula menyebabkan timbulnya sikap ekslusif
karena karena menganggap madzhab dan aliran yang dianutnyalah yang paling
benar.
3.
Faktor
Kesempurnaan ajaran Islam. Berdasarkan petunjuk surat al-maidah ayat 3 bahwa
ajaran Islam yang dibawa nabi Muhammad saw. Sebagai ajaran yang menyempurnakan
ajaran atau misi Islam yang dibawa oleh para nabi sebelumnya. Kesempurnaan
aajaran Islam juga dapat dilihat dari sikapnya yang memandang manusia secaraa
wajar yakni melakukan manusia sesuai dengan potensi fitrah kemanusiaannya.
Secara fitrah manusia mmerlukan makan, minum, tempat tinggal, pakaian, dan
sebaginya. Fitraah manusia terhadap seluruh aspek kehidupan tersebut sangat
diperhatikan dalam ajaran Islam sebagaimana diinggung dalam surat al-rum ayat
30. Engan melihaat ajaran Islam yang smpurna dan sesuai dengan fitrah manusia
itu, mka timbul anggapan/sikap yang tidak merasa perlu lagi belajar atau
mengetahui agama lain. Malah sebaliknya penganut agama-agama lainlaah yang
seharusnya masuk ke agama Islam.
4.
Faktor
sejarah. Sejarah mencatat bahwa antara umat muslim dan nasrani pernah terlibat
perang salib yang berlangsung selama tiga periode dari tahun 1095-1292 atau
kurang lebih dalam kurun waktu tiga abad. Bagi umat islam peperangan tersebut menyebabkan
pula pula timbulnya kelemahan daalam bidang politik , sejumlah karya tulis dan
harta pussaka banyak yang dirampas kaum nasrani. Selanjutnya sejarah juga
mencatat bahwa antara kaum muslimin dan nasrani di spanyol pernah konflik
ketika umat muslim berkuasa disana, setelah kurang lebih 700 tahun umat Islam
berkuasa di spanyol, akhirnya terusir
dri Negara tersebut dengan cara yang sangat kejam. Selain itu, sjarah juga
menulis bahwa aantara umat Islam dan hindu pernah terjai konflik yaitu ketika
umat Islam berkuasa di India i zaman kerajaan mughal kurang lebih selama tiga
abad. Banyak umat Islam yang ditindas oleh umat hindu ketika berada di sana.
Berbagai peristiwa sejarah yang sebagaimana disbutkan, masih belum hilang dri
ingatan umat Muslim. Hal itu seanjutnya dapat mengganggu hubungan antara umat
muslin dengan penganut agama lainnya. Hal demikian diperparah lagi oleh ebagian umat nasrani yang dalammelaksanakan
misi dakwahnya sering menggunakan berbagai cara yang kurng jujur
sepertimembujuk orang-orang Islam yang lemah ekonominya, daan sebaagainya.
Berdasarkan uraian tersebut nampak bahwa munculnya ekslusifime
bukanlah sepenuhnya berasal dari doktrin ajaran Islam itu sendiri melainkan
karena factor-faktor yang bersifat non ajaran.
b.
Latar
belakang timbulnya islam Inklusif
Asal mula perkembangan istilah Islam inklusif karena tidak dikenal
dalam tradisi keilmuan islam, istilah teologi inklusif sekarang diterjemahkan
ke dalam bahasa arab menjai al-lahut al-munfatih, maka kita bisa menelusuri
perkembangan istilah ini pada perkembangan pemikiran agama dalam Kristen. Sejak
berakhirnya konsili vatikan II
(1962-1965), dimana katolik roma melakukan perubahan konsep teologinya,
dari ekslusif (dengan jargon terkenalnya, extra eccelesiam nulla salus) menjadi
teologi inklusif[9].
Kajian kritis yang mendalam tentang sejarah, konsep dan fenomea
kontemporer terhadap kkristenan dan agama agama lain diperlukan agar tidak
mudah melakukan generalisasi dalam memandang agama. Banyak ilmuan agama di
barat yang kmudian mengembangkan metodologi studi agama dengan menyamaratakan
semua agama dan menempatkan islam dan sebagai objek kajian yang posisi dan
kondisinya seolah-olah sama dengan agama agama lain. Buku – buku metodologi
studi agama semacam ini sekarang menjamur di lingkungan perguruan tinggi
padahal banyak teori-teori metodologi studi agama itu lahir dari latar belakang
yang khas sejarah Kristen dan peradaban barat yang tidak begitu saja di
aplikasikan untuk studi terhadap islam. Istilah tersebut yang kemudian
dikembangkan yang sebenarnya khaskristen dan sesuai dengan tradisi barat yang
traumatic terhadap agama dan tidak tepat diterapkan untuk islam[10].
Para musafir di abad klasik misalnya, termasuk kedalam kelompok
yang menentang ilam inklusif dengan berdasar pada dalil Al-quran sebagai
berikut : (Qs Al-baqarah ayat 62)
(Qs Al-imran ayat 85)
(Qs-al imran ayat 19 )
Ahli tafsir abad ke-10 al-thabari mengatakan bahwa keselamatan dari
Allah tersebut harus bersyaratkan tiga hal : 1) beriman kepada Allah, 2)
percaya kepada hari kemudian, 3) berbuat baik. Syarat beriman itu termasuk
beriman kepada Allah dan Muhammad saw. Dengan kata lain yang dimaksudkan ayat
62 surat al baqarah adalah mereka yang telah memeluk islam. Sementara ahli
tafsir abad ke -12 fakhruddin al-razi memperkuat pendapat tersebut bahwa ketiga
syarat sebagaimana tersebut dalam surat al-baqarah ayat 62 tersebut tidak lain
adalah essensi ajaran islam. Demikian pula ibn katsir (abad ke-14) menyatakan
bahwa berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan ibn abbas yang menyatakan
bahwa kandungan ayat 62 surat al-baqarah yang berisi kesamaan ajaran islam,
yahudi, nasrani dan shabiin tersebut diatas elah di nasakh (dihapus/diganti)
oleh kandungan ayat 85 surat al-imran yang menyatakan bahwa hanya agama
islamlah sebagai agama yang diterima dan diridhai Tuhan. Semua pendapat ini
mengarah pada pendapat islam yang ekslusif. Selanjutnya, ath thabathabai lain
penafsirannya. Baginya Allah tidak memandang pada agama tertentu, tetapi yang
terpenting adalah substansi dan essensi yang terkandung dalam agama itu. Selain
itu ia mengatakan bahwa selama tiga syarat yang terkanung dalam ayat 62 surat
al-baqarah tersebut terpenuhi, janji keselamatan dari Tuhan itu terlaksana.
Pendapat tersebut dapat pula dijumpai pada tulisan-tulisan fazlur rahman dan
yang sejalan degannya, khususnya mereka yang berusaha untuk menunjukan semangat
inklusifisme Islam. Pandangan-pandangan ulama’ yang datang belakang tersebut
tampak bercorak inklusif berbeda dengan pendapat para mufasir terdahulu yang
bercorak islam ekslusif[11].
C.
Ciri-ciri
Islam Ekslusif dan Inklusif
a.
Ciri-ciri
Islam Inklusif
Terdapat beberapa ciri dalam pemahaman Islam Inklusif yakni sebagai
berikut :
1.
Tertutup
dengan agama lain,
2.
tidak
mengakui kebenaran agama lain,
3.
tidak
mau berdialog dengan penganut agama lain, yang muncul karena didorong dengan
keyakinan bahwa agama-agama lain yang bukan Islam belum dapat dijamin
kebenarannya di sisi Tuhan serta dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan ajaran
yang dibawa oleh para nabi atau tokoh pendirinya[12].
Fatimah husein, dosen UIN Yogyakarta dalam disertasinyadi melbourn
university menyebutkan ciri-ciri kaum ekslusif sebagai berikut :
1)
Mereka
menerapkan model penafsiran literal terhadap Al-qur’an dan as-sunnah dan
berorintasi masa lalu. Karena menggunakan pendekatan literal, maka ijtihad
bukanlah hal yang sentral dalam kerangka berfikir mereka.
2)
Mereka
berpendapat bahwa keselamatan hanya dapat dicapai melalui agama Islam. Bagi
mereka, Islam adalah agama final yang dating untuk mengoreksi agama-agama lain,
karena itu mereka menggugat otentitas kitab suci agama lain.
b.
Ciri-ciri
Islam Inklusif
1)
Terbuka
untuk dikritik dan akomodatif terhdap eksistensi dan keanekargaman agama lain
muncul sebagai reaksi kenyataan empiris bahwa agama yang ada di muka bumi ini
bukan hanya Islam yang dibawa nabi Muhammad saw.
2)
Meyakini
berpegang teguh dan mengamalkan ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh namun
pada saat bersaaan mereka meyakini dan mengakui bahwa kebenaran dalam Islam
bisa saja dijumpai dalam agama lain tanpa harus berpindah-pindah kepada agama
lain itu[13].
Fatimah husein, dosen UIN Yogyakarta dalam disertasinya di melbourn
university menyebutkan ciri-ciri kaum inklusif sebagai berikut[14]
1)
Karena
mereka memahami Islam sebagai agama agama yang berkembang, maka mereka
menerapkan metode konstektual dalam memahami Al-qur’an dan sunnah, melakukan
reinterpresi teks-teks asas dalam Islam , dan ijtihad perperan sentral dalam
pemikiran mereka.
2)
Kaum
inklusif memandang, Islam adalah agama terbaik bagi mereka namun, mreka
berpeendapat bahwa keselamatan diluar agama Islam adalah hal yang mungkin.
D.
Paham
Ekslusivisme dan Inklusivisme di Indonesia
a)
Ekslusifisme
di Indonesia[15]
Paham islam yang becorak ekslusivisme masih sangat kental, baik
kslusivisme ke dalam maupun ekslusivisme keluar. Ekslusivisme ke dalam terlihat
masih belum akrabnya antar sesama umat islam sendiri. Ukhuwah sesame muslim
belum terwujud sebagaimana yang diharapkan. Hal ini semakin diperparah dengan
adanya partai yang berlabelkan islam dan berbasis keumatan. Masing-masing
pendiri dan pengikut partai memiliki arogansinya sendiri-sendiriyang ditujukan
untuk mencapai tujuan politiknya, yaitu merebut kekuasaan. Sikap sedemikian
seharusnya tidak terjadi mankala umat menyadari bahwa partai hanyaah merupakan
alat, sedangkan ukhuwah islamiyah adalah tujuan. Seharusnya alat jangan
mengalahkan tujuan.
Demikian pula
ekslusivisme ke luar masih cukup kental terjadi terutama pada masyarakat Islam
lapisan bawah (grash root). Mereka ini misalnya menganggap penganut agama lain
kafir. Akibatnya mereka tidak mau menerima makann yang berasal dari beda agama,
karena pengolahan makanan tersebut tidak memakai aturan syariat Islam.
Demikian pula pada
saat penganut agama lain tersebut meninggal, mereka tidak boleh dikuburkan
dikuburan orang Islam. Sikap sdemikian itu baru hilang pada sebagian kaum elit
muslim lapisan atas yang berpendidikan tinggi.
b)
Inklusivisme
di Indonesia
Paham islam inklusif sebenarnya sudah lama berkembang di Indonesia.
Paham ini banyak dijumpai pada kalangan islam modern seperti nur cholis madjid,
alwi shihab dan lain-lain. Dalam hubungan ini nur cholis menyatakan bahwa islam
sendiri merupkan agama kemanusiaan yang ajaran-ajarannya sejalan dengan
kecenderungan alami yang menurut fitrahnya bersifat abadi. Oleh Karen itu,
seruan untuk menerima agama yang benar tersebut harus dikaitkan dengn fitrah
tersbut sebagaimana dapat kit abaca daam kitab sucimenurut nur cholis hal ini
sejalan dengan firman Allah[16].
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
islam
ekslusif yakni faham / sikap muslim yang memiliki memandang bahwa keyakinan,
pandangan dan prinsip islamlah yang paling benar, sementara keyakinan,
pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut orang lain ialah sesat dan harus
dijauhi.
·
Islam
inklusif sebenarnya masih rancu pengertiannya dengan Islam pluralis. Inklusif-pluralis
selanjutnya digunakan untuk menunjukan paham keberagaman yang didasarkan pada
pandangan bahwa agama-agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung
kebenaran daan dapat memberikan manfaat bagi penganutnya. Selainitu, islam
inklusif pluralis dimaksudkan tidak semata-mata menunjukan pada kenyataan
tentang adanya kemajemukan, melainkan keterlibatan aktif terhadap pernyataan
kemajemukan tersebut.
·
Latar
belakang timbulnya Islam Ekslusif : doktrin ajaran, sempitnya wawasan,
kesempurnaan agama Islam, sejarah.
·
Latar
belakang timbulnya islam Inklusif, perkembangan istilah Islam inklusif karena
tidak dikenal dalam tradisi keilmuan islam, istilah teologi inklusif sekarang
diterjemahkan ke dalam bahasa arab menjai al-lahut al-munfatih, maka kita bisa
menelusuri perkembangan istilah ini pada perkembangan pemikiran agama dalam
Kristen.
·
ciri
dalam pemahaman Islam Inklusif yakni sebagai berikut :Tertutup dengan agama
lain,tidak mengakui kebenaran agama lain, tidak mau berdialog dengan penganut
agama lain, menerapkan model penafsiran literal terhadap Al-qur’an dan as-sunnah
dan berorintasi masa lalu, berpendapat bahwa keselamatan hanya dapat dicapai
melalui agama Islam.
·
Ciri-ciri
Islam Inklusif : Terbuka untuk dikritik dan akomodatif terhdap eksistensi dan
keanekargaman agama lain, Meyakini berpegang teguh dan mengamalkan ajaran
agamanya dengan sungguh-sungguh namun pada saat bersaaan mereka meyakini dan
mengakui bahwa kebenaran dalam Islam bisa saja dijumpai dalam agama lain tanpa
harus berpindah-pindah kepada agama lain itu, menerapkan metode konstektual
dalam memahami Al-qur’an dan sunnah, Islam adalah agama terbaik bagi mereka
namun, mreka berpeendapat bahwa keselamatan diluar agama Islam adalah hal yang
mungkin.
·
Paham
islam yang becorak ekslusivisme masih sangat kental, baik kslusivisme ke dalam
maupun ekslusivisme keluar.
·
Paham
islam inklusif sebenarnya sudah lama berkembang di Indonesia. Paham ini banyak
dijumpai pada kalangan islam modern seperti nur cholis madjid, alwi shihab dan
lain-lain
3.2
Saran
Demikian makalah ini kami buat sesuai dengan
kemampuan kami. kami meyadari dalam makalah ini tentu
tidak luput dari adanya kesalahan dan masih banyak kekurangan karenanya, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyusunan yang lebih
baik kedepannya.
Daftar Pustaka
Nata Abuddin , 2001, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia
Jakarta : PT raja grafindo persada.
Husaini Adian, 2006, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di
Perguruan Tinggi, depok . Gema Insani.
http://sosbud.kompasiana.com/2014/03/05/sikap-inklusif-637371.html
http://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html
Echols John M. dan hasan shadily,1979, Kamus Inggris Indonesia,
(Jakarta, : Gramedia, cet. VII
kbbi.web.id/eksklusif
Syafaruddin, 2012, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, medan, perdana
publishing.
[1] http://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html
[3]
John M. Echols dan hasan shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta, :
Gramedia, 1979), cet. VII hlm. 222
[4] http://sosbud.kompasiana.com/2014/03/05/sikap-inklusif-637371.html
[5]
Adian Husaini, Hegemoni
Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, (depok ; Gema Insani,
2006), hlm. 12
[6]
Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta : PT raja
grafindo persada, 2001) hlm. 188
[7]
Ibid., hlm. 109
[8]
Op. Cit, Abuddin Nata, hlm. 51-56
[9]
Op. Cit, Adian Husaini, hlm. 102
[10]
Ibid., 108-109
[11]
Ibid., hlm. 191-194
[12] Syafaruddin, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat,
(medan, : perdana publishing, 2012), hlm. 113
[13]Ibid., hlm. 115
[14]
Op. Cit, Adian Husaini, hlm. 119
[15]
Op. Cit, Syafaruddin, hlm. 56-57
[16] Ibid.,
Abuddin Nata, hlm. 194-195