Kamis, 19 Maret 2015

makalah psikologi pendidikan perbedaan kemampuan individu 2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perbedaan kemampuan individual diantara anak didik merupakan hal yang tidak mungkin dihindari , karena hampir tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu sendiri. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.
Setiap orang,apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada didalam satu kelompok atau seorang diri,ia disebur individu.Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.Sifat individual adalah sifat yang berkaitan denhan orang perseorangan,berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan.
Di lingkungan pendidikan,ditemukan perbedaan individual anak didik cukup banyak,yang semuanya merupakan ciri kepribadian anak didik sebagai individu.Hal yang terpenting dalam hal ini adalah perbedaan individual anak didik terebut harus disikapi oleh guru secara bijaksana.Artinya,guru harus mengupayakan semaksimal mungkin agar setiap siswa mwncapai tujuan belajar meski dengan perbedaan yang ada.[1]
Dari uraian diatas makalah ini akan membahas tentang perbedaan kemampuan individu.
1.2  Rumusan Masalah
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. (kultura volume : 12 no.1 juni 2011 ) Parameternya adalah rerata hasil hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar) dalam arti yang lebih substansial bahwa, proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan dominasi siswa sehingga tidak memberhentikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui proses berfikirnya. Pada pembelajaran ini, suasana kelas cenderung teacher centered sehigga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian, guru lebih suka menerapkan model tersebut karena tidak memerlukat alat dan bahan praktek. Cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ujar aau referensi lain. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar,berfikir, dan memotivasi diri sendiri. Masalah inibanyak dijumpai dalam proses belajar mengajar di kelas.[2]
1.      Bagaimana Perbedaan Gaya Belajar dan Strategi Pengajarannya?
2.      Bagaimana Perbedaan Kepribadian dan Strategi Pengajarannya?
1.3  Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Perbedaan Gaya Belajar dan Strategi Pengajarannya
2.      Mengetahui Perbedaan Kepribadian dan Strategi Pengajarannya 
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Gaya Belajar dan Strategi Pengajaran
Gaya belajar merupakan suatu cara atau proses belajar yang dapat mempermudah pembelajaran. Perbedaan gaya belajar menjadi pokok pembahasan yang hampir selalu ada dalam pembahasan tentang belajar. Perbedaan gaya belajar pada siswa merupakan sesuatu yang dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan individu siswa dalam proses belajar meskipun dalam kondisi dan proses pembelajaran yang sama. Pertanyaan mendasar yang muncul kemudian adalah kenapa guru harus mengetahui perbedaan gaya belajar siswanya ?pertanyaan tersebut sudah muncul sejak lama sehingga beberapa peneliti, seperti scott, dunn, beaudry dan klavas sebagaimana disebutkan sugiyono dan hariyanto (2011:147) dalam bukunya belajar dan pembelajaran teori dan konsep dasar menjelaskan bahwa penting bagi seorang guru untuk mengetahui gaya belajar sswa dan memadukan gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa.
Gaya belajar masing-masing siswa berbeda, seperti juga halnya dengan tanda tangan masing-masing individu (sugiyono dan hariyanto, 2011:147). Oleh sebab itu guru perlu mengetahui gaya belajar siswa karena dengan mengetahuinya guru akan engan mudah mengorganisasikan proses pembeajaran dengan berbagai metode dan cara mengajar sehingga bisa diterima  dan dipahami seluruh siswa.  Menurut Sarasin dalam sugihartono dk. (2007:53) gaya belajar merupakan pola perilaku yang spesifikpada individu dalam proses menerima informasi baru dan mengembangkan ketrampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau ketrampilan baru tersebut selama proses belajar berlangsung. Hal tersebut menjelaskan bahwa siswa memiliki kebutuhan belajarnya sendiri, belajar dengan caranya sendiri yang berbeda satu sama lain, dan memproses dengan cara yang berbeda pula. Oleh sebab itu guru hendaknya memperhatikan kebutuhan khusus siswa dalam belajar agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.[3]
Guru yang mampu memahami gaya belajar siswanya akan mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang bermakna. Selain itu, individu yang belajar dengan modelitas/gaya belajarnya akan mempercepat proses kognitifnya dalam belajar (sugiyono dan hariyanto, 2011: 148-149).

Menurut felder solomon dalam sugihartono dkk. (2007:55-57) gaya belajar individu terbagi menjadi empat macam antara lain active dan reflective learners, sensing and intuitive learners, visual and verbal learners, dan sequential and global learners.
a)      Active dan Reflective Learners
Individu dengan gaya belajar ini menyukai belajar dalam suasana kelompok serta lebih banyak melakukan aktivitas menulis selama mengikuti proses pembelajaran. Sementara individu dengan model reflective learner dalam proses belajar lebih memilih memikirkan atau merenungi terlebih dahulu materi belajarnya seta lebih menyukai belajar sendirian .
b)      Sensing and Intuitive Learners
Individu dengan tipe belajar sensing learner suka belajar dengan cara mempelajari fakta-fakta, memecahkan masalah denan cara-cara yang sudah pasti, menyukai seuatu yang rinci dan memiliki ingatan yang bagus terhadap fakta-fakta. Namun demikian, mereka kurang menyukai kejutan-kejutan , kurang menyukai jenis tes dengan materi yang tidak diberikan di kelasserta kurang menyukai kegiatan kursus-kursus dan pelatihan yang tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. Sementara individu dengan intuitive learner menyukai proses belajar dengan cara memilih untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan-hubungan, menyukai inovasi-inovasi sehingga cenderung lebih inovatif, bagus dalam menemukan konsep-konsep baru, serta cepat dalam bekerja. 
c)      Visual and Verbal Learners
Individu dengan tipe visual learner memiliki ingatan yang bagus atas apa yang dilihatnya dalam bentuk gambar, diagram, film, peragaan-peragaan serta bentuk visual lainnya. Oleh sebab itu lebih banyak belajar dengan cara membaca dan mengamati. Sementara individu dengan tipe verbal learner lebih mudah belajar dengan cara mengingat kata-kata baik lisan maupun tertulis. Oleh sebab itu mereka lebih banyak belajar dengan mendengarkan ceramah , berdiskusi, Tanya jawab lisan, dan sebagainya. Namun demikian selama proses belajar, transfer pengetahuan / informasi lebih banyak diserap adan disajikan secara verbal dan visual.
d)     Sequential and Global Learners
Individu dengan tipe sequential learner akan cenderung memahami melalui langkah-langkah linear, langkah-langkahnya saling berurutan secara logis, dalam memecahkan masalah dan mencari solusi. Sementara, tipe global learner cenderung belajar melalui lompatan-lompatan besar , melihat informasi secara acak tanpa melihat hubungannyadan tiba-tiba menemukan artinya sehingga mapu memecahkan masalah kompleks dengan cepat.
Selain beberapa jenis yang telah disebutkan terdapat juga gaya belajar berdasarkan modalitas indra yang digunakan. Menurut deprorter dan henarcki (1999:112), gaya belajar berdasarkan modalitas indra “..adalah mengenali modalitas seseorang dalam belajar sebagai modalitas visual, auditorial atau kinestetik (V-A-K)”. Pendekatan mengenai gaya  belajar cukup banyak bentuk dan ragamnya. Namun demikian pendekatan yang paling sering dipakai adalah gaya belajar berdasarkan modalitas indra, yaitu gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik .“ dari berbagai teori tipe belajar, yang paling sering dipakai adalah pembagian berdasarkan tiga belajar yaitu gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.” (sutanto,2008:23).[4]
1)      Visual (belajar dengan cara melihat)
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video.Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
·         Ciri-ciri gaya belajar visual :
a.       Bicara agak cepat
b.      Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
c.       Tidak mudah terganggu oleh keributan
d.      Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
e.       Lebih suka membaca dari pada dibacakan
f.       Pembaca cepat dan tekun
g.      Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
h.      Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
i.        Lebih suka musik dari pada seni
j.        Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
·         Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1)      Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2)      Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3)      Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4)      Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5)      Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
2)      Auditori (belajar dengan cara mendengar)
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya.Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
·         Ciri-ciri gaya belajar auditori :
1)      Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
2)      Penampilan rapi
3)      Mudah terganggu oleh keributan.
4)      Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat.
5)      Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6)      Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
7)      Biasanya ia pembicara yang fasih
8)      Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
9)      Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10)  Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11)  Berbicara dalam irama yang terpola
12)  Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara.
·         Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :
1)      Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
2)      Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3)      Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4)      Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5)      Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.
3)      Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat.Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
·         Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
1)      Berbicara perlahan
2)      Penampilan rapi
3)      Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4)      Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5)      Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6)      Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7)      Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
8)      Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
9)      Menyukai permainan yang menyibukkan
10)  Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
11)  Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
·         Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
1)      Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2)      Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3)      Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4)      Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5)      Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.[5]
2.      Perbedaan Kepribadian Dan Strategi pengajaran
Menurut Atkinson dkk dalam sugihartono dkk. (2007:46) kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir seseorang yang khas dalam menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Kepribadian juga menjelaskan akan adanya karakteristik yang membedakan satu individu dengan individu lainnya. Perbedaan kepribadian individu yang lebih banyak dikaji dalam dunia pendidikan dan  pembelajaran terbagi dalam dua bentuk atau model  yaitu model big five dan model brig myers (sugihartono dkk. 2007:46)
1)      Model big five
Model ini dikembangkan oleh lewis golberg pada 1993. Menurut golberg dalam sugihartono dkk. (2007:47-50). Model kepribadian lima dimensi yang disebut big five  meliputi extroversion, agreeableness, conscientiousnesss, neoroctism , dan openes to experience.
2)      Extroversion
Individu dengan tipe ini menikmati keberadaannya dengan orang lain, penuh energi dan memiliki emosi positif. Mereka memiliki antusiasme yang tinggi, suka berbicara dalam kelompok, dan menunjukan perhatian pada diri sendiri. Individu extrovert akan lebih gembira dengan reward potential yang diterimanya. Kepribadian yang berlawanan dengan extrovert adalah introvert .individu introvert cenderung kurag gembira, kurang energy dan aktivitasnya rendah. Mereka cenderung lebih tenang dan menarik diri dari lingkungan social.
3)       Agreeableness
Agreeableness berkaitan dengan hubungan social seorang individu.Individu dengan tipe agreeable mudah bergaul dengan baik.  Mereka penuh perhatian, bersahabat, dermawan, suka menolong, serta au menyesuaikan kinginannya dengan keinginan orang lain. Individu tipe ini juga memiliki pandangan optimis tentang  kemanusiaan yaitu pada dasarnya setiap orang jujur, sopan, dan dapat dipercaya. Selain itu ia dapat mencapai dan menjaga popularitasnya. Namun demikian, mereka tidak sesuai untuk situasi yang membutuhkan keputusan-keputusan objktif. Berlawanan dengan agreeable individu disagreeable  selalu menempatkan keinginannya diatas orang lain dan tanpa kompromi. Mereka tidak memperhatikan konisi orang lain, mudah ragu, yang menyebabkan mudah curiga, tidak bersahabat dan kurang kooperatif.namun demikian, mereka cenderung lebih cocok menjadi ilmuan, kritikus, atau tentara yang baik.
4)       Conscientiousnesss
Conscientiousnesss berkaitan dengan cara individu mengontrol , mengatur dan memerintah kemampuan impuls atau kemampuan merespon di otak.  Individu yang impulsive merupakan individu yang jenaka dan menyenangkan. Individu yang conscientious memiliki perencanaan yang penuh tujuan dan usaha yang gigih  untuk mencapai kesuksesan dan menghindari kegagalan. Mereka cenderung cerdas dan dapat dipercaya. Namun demikian, mereka  juga terlihat kaku, membosankan, perfeksionis dan pekerja keras. Berbeda dengan individu consientious inividu un conscientious sulit dipercayaa, kurang berambisi dan cepat menyerah. Nmun, mereka tidak kaku dan sering mengalami kesenangan jangka pendek.Hasil penelitian schouwenburg ddalam sugihartono dkk.(2007:48) menunjukan bahwa conscientiousnesss berhubungan dengan tingkat disiplin kerja, minat terhadap pelajaran, tingkat konsentrasi dan memandang pelajaran sebagai sesuatu yang mudah.Siswa conscientious juga memiliki motivasi intrisik dan sikap belajar yang baik.
5)       Neoroctism (emosi negative)
Neoroctism menunjuk pada kecenderungan individu untuk mengaami emosi negative. Neoroctism berkaitan dengan kurangnya konsentrasi, takut salah, dan merasakan belajar sebagai sesuatu yang penuh tekanan, kedangkalan gaya belajar, juga rendahnya kemampuan kritis individu (sugihartono dkk. (2007:49) .menurut enswistle dalam  sugihartono dkk. (2007:49) individu yang neoroctism hanya mengejar nilai ujian , tetapi tidak berminat pada pelajaran itu sendiri. Mereka yang memiliki skor neoroctism tinggi cenderung reaktif secara emosional, merespon ecara emosional peristiwa-peristiwa yang tidak akan memengaruhi sebagian besar orang dan reaksi mereka cenderung lebih kuat  menginterpretasikan situasi biasa sebagai situasi yang mengancam dan frustasi keci sebagai kesulitan tanpa harapan akan berakhir, sering merasakan bad mood, cemas, mudah marah, dan depresi. Sebaliknya, mereka yang memiliki skor neoroctism rendah cenderung tidak mudah terganggu, emosinya stabil, terbebas dari emosi negative yang menetap, dan emosi positif lainnya.
6)       Openness to experience
Openness to experience merupakan dimensi yang membedakan kepribadian orang yang kreatif dan imajinatif dan orang yang sederhana dengan konvensional (suihrtono, dkk. 2007:49). Individu dengan skor Openness to experience nya rendah cenderung memiliki minat yang sempit , dan biasa-biasa saja, sederhana, terus terang, membingungkan, sulit mengerti usaha dan kerja keras, lebih memilihhal yang sudah terbiasa daripada hal-hal yang baru, mereka bersifat konservatif dan resisten terhadap perubahan.[6]
2)      Model Brig-myers
Model brig-myers dikembangkan issabel myers dan ibunya Katharine.c.briggs. model ini merupakan pengembangan model kepribadian carl gustav jung, yang kemudian inventorinya dikenal dengan MBTI (Myers briggs type indicator). Metode ini memberikan sudut pandang yang berbeda dalam memandang seseorang.Menurut sugihartono, dkk. (2007:50-52) terdapat empat cara untuk memandang seseorang melalui model inisehingga dikenal sebagai model big four, yaitu meliputi dimensi-dimensi berikut.
A.    Extraversion (E) dengan introversion (I)
Perbedaan ini berkaitan dengan bagaiman seseorang bersikap dan berperilaku untuk mendapatkan dorongan atauenergi dalam berperilaku. Individu dengan tipe extraversion menemukan energy dari orang lain dan benda yang ada di sekitarnya. Mereka sangat berorientasi pada tindakan, belajar dengan cara menjelaskan pada orang lain, menyukai bekerja dalam kelompok dan tidak mengetahui telah mempelajari dan memahami sesuatu sampai mereka mencoba menjelaskannya pada diri sendiri atau orang lain. Siti partinidalam sri rumini dkk (2006:55) menambahkan beberapa cara individu ekstrovert, yaitu mudah bergaul, mudah menyesuaikan diri, menaruh minat pada orang lain, berminat pada kegiatan-kegiatan social, bersikap ramah dan banyak teman.
Individu dengan tipe introversion ini menemukan tenaga dari dalam bentuk ide-ide, konsep dan abstraksi.Mereka membutuhkan sossialisasi dan juga membutuhkan kesendirian.Mereka merupakan konsentrator dan pemikir reflektif yang baik. Individen dengan ciri-ciri introvert antara lain dengan menarik diri diri lingkungan, pemalu, sukar bergaul, lebih senang berangan-angan, menutup diri, dan kurang suka bergaul. 
B.     Sensing (S) dan intuition (I)
Model iniberkaitan dengan bagiman individu memahami sesuatu dan menerjemahkan suatu informasi baru yang diperolehnya.
·         Sensing
Individu dengan tipe ini sangat berorientasi pada detail, menginginkan adanya fakta kemudian mempercayainya, mereka juga mempelajari pelajaran yang linear, terorganisasi dan terstruktur, serta dalam belajar mampu mengidentifikasi dan menyusun fakta dari sebuah percobaan.
·         Intuituition
Individu dengan tipe ini berorientasi pada sebuah pola pengetahuan dan hubungan antara fakta-fakta yang diperoleh, mereka percaya pada firasat mereka, melihat suatu pola tertentu ketika orang lain melihatnya secara acak, menyukai model pembelajaran discovery, dalam belajar harus memiliki gambaran besar atau kerangka kerja untuk memahami sebuah pelajaran, dan siswa intuitif dapat mengembangkan peta konsep secara rasional dan membandingkan tabel-tabel.
C.     Thinking (T) dengan feeling (F)
Thinking dan feeling berkaitan dengan prosespengambilan keputusan.Pengambilan keputusan biasanya dilakukan individu atas dasar logika, prinsip, dan analisis.Namun, kadang-kadang didasari nilai-nilai kemanusiaan.
·         Thinking
Individu tipe ini menyukai tujuan pelajaran yang jelas, menghargai kebebasan dan menentukan sebuah keputusan berdasarkan kriteria objektif dan logika dari suatu situasi.
·         Feeling
Individu tipe ini menyukai kerja dalam kelompok yang harmonis, memusatkan perilaku dan keputusan pada nilai-nilai an kebutuhan dari sisi kemanusiaan, memiliki kemampuan mediasi dalam memfasilitasi perbedaan anggota kelompok.
D.    judging (J) dengan perceptive (P)
Karakteristik yag dimiliki tipe judging berbeda dengan siswa bertipe perceptive. Hal ini berkaitan dengan pencarian bahan, menunda tindakan, dan membuat keputusan secara cepat.
·         Tipe judging
Individu dengan tipe ini cenderung tegas, penuh rencana, mengatur diri sendiri, focus dalam menyelesaikan tugas dan hanya inginmengetahui esensi dari sesuatu, bertindak cepat, merencanakan setiap pekerjaan, mengerjakan pekerjaan sesuai rencananya, dan deadline adaah sebuah hal yang keramat. Siswa dengan tipe ini sering menutup suatu analisis kasus dengan sangat cepat.
·         Tipe perceptive
Individu dengan tipe ini cenderung selalu ingin tahu, bersikap spontan, mudh menesuaikan diri, mereka suka memulai beberapa tugas, ingin mengetahuinya.Namun, sering menemukan kesulitan mengerjakan tugasnya, serta tidak dibatasi deadline.Siswa tipe ini juga sering menunda-nunda pekerjaan sampai batas waktu berakhir.[7]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ada berbagai teori tipe belajar, yang paling sering dipakai adalah pembagian berdasarkan tiga belajar yaitu gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.Sedangkan kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir seseorang yang khas dalam menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
 Seorang Guru yang mampu memahami perbedaan  gaya belajar dan kepribadian siswanya akan mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang sesuai dan bermakna meskipun dengan siswa yang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat tentang Perbedaan Kemampuan Individu untuk kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan terutama dari bapak dosen dan teman-teman.


[1]Nyanyu Khodijah.psikologi pendidikan,jakarta : PT.RajaGrafindo Persada,2014, hlm. 163
[2]http://www.academia.edu/1837705/PENGARUH_STRATEGI_PEMBELAJARAN_DAN_GAYA_BELAJAR_TERHADAP_HASIL_BELAJAR_BAHASA_INDONESIA_SISWA_KELAS_XI_SMA_NEGERI_1_
Diakses pada 13 maret 2015
[3]Muhammad Irham & Novan A.W Psikologi Pendidikan,jogjakarta:Ar-ruzz media,2013,99
[4]Ibid, hlm. 99
[6]Muhammad Irham & Novan A.W op. cit. Hlm. 94
[7] ibid,. hal 102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar